YOGYAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sejumlah titik rawan terjadinya praktik gratifikasi dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Sipil Negara (ASN), yang dinilai dapat merusak sistem merit dan berujung pada korupsi.
Pemaparan ini disampaikan oleh Direktur Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, Arif Waluyo Widiarto, dalam seminar “Peta Kerawanan Gratifikasi” yang merupakan rangkaian Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2025.
Titik Rawan Utama
Konsultan Pemetaan Kerawanan Gratifikasi KPK, Sari Wardhani, menjelaskan terdapat delapan fokus manajemen ASN yang berpotensi menimbulkan praktik gratifikasi:
-
Rekrutmen pegawai.
-
Mutasi dan Promosi jabatan.
-
Penilaian kinerja.
-
Pendidikan dan pelatihan (Diklat).
-
Pengelolaan data.
-
Perencanaan pegawai.
-
Pengembangan karier.
-
Penanganan disiplin.
Praktik Jual Beli Jabatan
Plt. Direktur Penuntutan KPK, Joko Hermawan Sulistyo, secara khusus menyoroti praktik jual beli jabatan yang merusak sistem merit. Ia menegaskan:
-
Jual beli jabatan diklasifikasikan sebagai suap atau gratifikasi, yang diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
-
Praktik ini “mencabut hak ASN berintegritas dan merusak tata kelola birokrasi.”
KPK berharap cetak biru kerawanan gratifikasi ini dapat menjadi panduan bagi ASN, dan menegaskan bahwa integritas membutuhkan peran aktif pemimpin, sistem yang transparan, dan SDM yang terlindungi.































