BANDUNG – Angka perceraian di wilayah Kabupaten Bandung masih menunjukkan tren yang tinggi. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Soreang, sepanjang tahun 2025 tercatat sekitar 8.400 perkara perceraian yang masuk. Dari jumlah tersebut, sekitar 7.200 perkara telah diputus.
Statistik Perceraian
Dominasi perkara perceraian di Kabupaten Bandung adalah Cerai Gugat (diajukan oleh pihak istri), dengan rincian:
| Jenis Perkara | Jumlah (Perkiraan) | Dominasi Pihak |
| Cerai Gugat | 5.600 perkara | Istri |
| Cerai Talak | 1.400 perkara | Suami |
| Total Perkara Masuk | ~8.400 perkara | – |
Faktor Pemicu Perceraian
Humas Pengadilan Agama Soreang, Samsul Zakaria, menjelaskan bahwa tingginya angka perceraian ini didominasi oleh konflik rumah tangga yang bersumber dari:
-
Perselisihan dan Pertengkaran Berkepanjangan: Pemicu utama perselisihan ini biasanya adalah masalah nafkah atau tekanan ekonomi.
-
Faktor Modern dan Sosial: Beberapa faktor lain yang turut memicu perceraian antara lain judi online, kehadiran orang ketiga, kebiasaan mabuk, hingga salah satu pihak yang meninggalkan pasangan.
Samsul menegaskan bahwa perkara perceraian ini mencakup semua kelompok usia dan Pengadilan Agama Soreang tetap mewajibkan proses mediasi, meskipun tidak semua berakhir dengan rujuk.
Respons Pemerintah Daerah
Bupati Bandung, Dadang Supriatna, mengakui bahwa meskipun angka perceraian sempat menurun dari sekitar 10.000 kasus pada 2021 menjadi 6.000 kasus (data perbandingan yang berbeda dengan Pengadilan Agama Soreang), angka tersebut masih tergolong tinggi dan memprihatinkan.
Bupati menyoroti dampak serius perceraian, terutama terhadap perempuan (seperti kekerasan dalam rumah tangga) dan kehancuran ekonomi keluarga akibat penyalahgunaan judi online dan pinjaman online. Ia mendesak adanya intervensi serius dan kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Bandung dengan Pengadilan Agama Soreang untuk melakukan langkah-langkah pencegahan sebelum perkara masuk ke persidangan.































