Jakarta – Calon Presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan, mengangkat isu kebebasan berbicara dan kritik dalam sebuah kuliah kebangsaan di Universitas Indonesia, Depok, dengan tema “Hendak ke mana Indonesia Kita? Gagasan, Pengalaman, dan Rancangan Para Pemimpin Masa Depan,” pada Selasa (29/8/2023). Anies mengungkapkan keprihatinannya terhadap situasi di Indonesia, di mana ada ketakutan untuk menyampaikan kritik, bahkan dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia.
“Ketika kita dalam demokrasi dan ada rasa takut untuk berbicara, sesungguhnya ini adalah tanda yang tidak sehat,” ujar Anies.
Anies menganggap penting untuk mengembalikan kebebasan berekspresi di Indonesia dan menyatakan bahwa ini harus menjadi prioritas yang diperjuangkan pada tahun 2024.
“Karena itu harus dikembalikan, kebebasan berbicara harus menjadi prioritas yang harus kita perjuangkan di 2024,” kata Anies.
Selain itu, Anies juga menyoroti masalah pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dianggapnya sebagai alat yang digunakan untuk membungkam kebebasan berbicara. Anies menilai bahwa UU ITE memiliki masalah yang perlu direvisi.
“Jadi, jika ada pasal-pasal dalam undang-undang yang mengganggu kebebasan berbicara, seharusnya itu direvisi dan harus bisa melindungi kebebasan berbicara, bukan malah menghalangi kebebasan berbicara,” jelas Anies.
Anies juga menyebut bahwa UU ITE seharusnya berfokus pada perlindungan data, namun sayangnya, banyak pasal yang dapat disalahgunakan untuk membungkam kebebasan berpendapat.
“Sayangnya, laporan tentang masalah bengkel bisa dianggap sebagai pencemaran nama baik, padahal itu adalah tentang layanan bengkel, bukan pelayanan pemerintah, bahkan layanan rumah sakit pun demikian,” tambah Anies.
Pernyataan Anies ini mencerminkan keprihatinan tentang isu kebebasan berbicara dan perlindungan hak-hak warga dalam berpendapat di Indonesia, yang merupakan aspek penting dalam sebuah demokrasi.