Sidoarjo, Jawa Timur — Mutasi dan rotasi puluhan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Sidoarjo menimbulkan polemik tajam antara Bupati Subandi dan Wakil Bupati Mimik Idayana. Pemicu konflik adalah pelantikan 61 ASN yang dianggap melampaui kesepakatan awal dan dilakukan tanpa pemberitahuan kepada Wabup selaku bagian dari Tim Penilai Kinerja (TPK). sidoarjokab.go.id+3detiknews+3detikcom+3
Kronologi & Fakta-Fakta Penting
Kesepakatan Awal vs Realita
Sebelumnya disepakati bahwa hanya 31 jabatan kosong di OPD yang akan diisi lewat mutasi/rotasi. Namun pelantikan dilakukan untuk 61 pejabat, mulai dari pejabat tinggi hingga administrasi. Wabup Mimik menyebut jumlah mutasi yang membengkak itu tidak pernah diinformasikan sebelumnya kepadanya.Peran dan Keterlibatan Wabup & TPK
Mimik Idayana mengatakan bahwa ia tidak dilibatkan dalam proses mutasi ini meskipun ia adalah anggota Tim Penilai Kinerja (TPK). Surat klarifikasi yang dikirim sehari sebelum pelantikan ke Bupati juga tidak mendapat respons.Dugaan Pelanggaran Prosedur & Regulasi
Wabup menyebut mutasi ini melanggar PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS dan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, khususnya sistem merit yang mensyaratkan penilaian objektif, transparan, dan berdasarkan kinerja.Bulan Pelaporan & Ancaman Tindakan Legal
Mimik mengancam akan melaporkan Bupati Subandi ke Kementerian Dalam Negeri jika mekanisme mutasi dianggap tidak sesuai. Ada juga wacana untuk membawa kasus ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika tidak segera dibentuk tim investigasi.Pembelaan Bupati & Pernyataan dari BKN
Bupati Subandi membantah adanya pelanggaran. Menurutnya, mutasi telah mengikuti prosedur, termasuk izin dari BKN, persetujuan administratif, dan langkah-tahap yang semestinya. BKN Regional menyatakan bahwa pelantikan dan mutasi tersebut telah diajukan, diverifikasi, dan disetujui oleh BKN Pusat.Dampak Politik & Publikasi
Mutasi tersebut memicu respons publik dan politik lokal yang kuat. Banyak pihak mempertanyakan objektivitas mutasi serta apakah kepentingan politik atau hubungan personal terlibat. Ketegangan antara pimpinan daerah (Bupati dan Wakil Bupati) menjadi sorotan dan dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap manajemen ASN di Sidoarjo.
Menurut Regulasi & Sistem Merit
PP Nomor 30 Tahun 2019 menetapkan bahwa penilaian kinerja PNS dilakukan dengan proporsi 70% sasaran kinerja dan 30% perilaku kerja. Mutasi dan promosi harus mengikuti hasil penilaian ini.
UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN menegaskan bahwa ASN harus dikelola dengan sistem merit — proses seleksi, mutasi, rotasi harus adil, transparan, berbasis kompetensi, dan bebas KKN.
Kesimpulan & Langkah Ke Depan
Mutasi ASN di Sidoarjo menjadi ujian bagi penerapan sistem merit nasional. Apabila klaim Wakil Bupati terbukti, proses mutasi tersebut bisa dianggap cacat prosedur dan memberi dampak buruk terhadap morale ASN serta kepercayaan publik terhadap pemerintahan lokal. Langkah selanjutnya yang diminta adalah:
Pembentukan tim investigasi internal agar transparansi proses dapat diklarifikasi;
Pemerintah daerah dan Kemendagri perlu melakukan audit/penilaian kembali terhadap daftar pejabat yang dimutasi;
Penerapan sistem digital mutasi seperti aplikasi I-Mut yang transparan dan dapat diakses publik;
Penegakan regulasi yang kuat agar sistem merit menjadi praktik nyata, bukan sekadar teori.