Jakarta – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menunda sidang perdata yang melibatkan nama besar dalam gugatan bernilai fantastis mencapai Rp125 triliun. Penundaan ini dilakukan lantaran majelis hakim menilai dokumen legal standing dari pihak tergugat, termasuk Wapres, belum lengkap dan harus dipenuhi sebelum pemeriksaan pokok perkara bisa dilanjutkan.
Penggugat, H.M Subhan, menegaskan bahwa gugatan tersebut merupakan bentuk upaya hukum untuk menuntut dugaan perbuatan melawan hukum yang dianggap merugikan negara dan sistem hukum. Menurutnya, apabila gugatan dikabulkan, nilai ganti rugi sebesar Rp125 triliun itu tidak akan masuk ke kantong pribadi, melainkan disetorkan ke kas negara sebagai bentuk pemulihan kerugian dan tanggung jawab moral terhadap publik.
Subhan juga menyatakan, langkah ini bukan sekadar untuk mencari ganti rugi, melainkan untuk memberi pesan bahwa pejabat tinggi negara tetap harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku. Ia menambahkan bahwa gugatan tersebut diajukan berdasarkan dasar hukum yang jelas serta memiliki urgensi agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan pada sistem peradilan.
Majelis hakim kemudian menetapkan jadwal sidang berikutnya pada 22 September 2025 untuk memberi kesempatan para tergugat melengkapi syarat administrasi dan menunjuk kuasa hukum yang sah. Hingga kini, masing-masing pihak telah menyiapkan tim penasihat hukum untuk menghadapi proses lanjutan.
Publik dan kalangan pengamat hukum menaruh perhatian besar pada perkara ini, sebab selain menyangkut nilai gugatan yang sangat besar, kasus ini juga melibatkan nama besar salah satu pihak tergugat. Sejumlah pakar menilai, kasus ini bisa menjadi ujian penting bagi independensi pengadilan dalam menangani perkara yang menyangkut pejabat tinggi negara, sekaligus menguji sejauh mana transparansi proses hukum dapat dijaga di hadapan publik.