JAKARTA, 17 Oktober 2025 – Isu mengenai perluasan kerugian immaterial dalam tuntutan ganti rugi pada perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) (pasal 1365 KUH Perdata) terus menjadi kajian penting di kalangan praktisi dan akademisi hukum. Diskusi ini berfokus pada bagaimana pengadilan dapat memberikan kompensasi yang lebih adil dan komprehensif atas kerugian yang tidak berwujud, seperti gangguan psikologis, hilangnya kesempatan, atau rusaknya nama baik.
Kajian ini bertujuan untuk menggeser paradigma dari sekadar kerugian fisik atau finansial menjadi pengakuan penuh terhadap kerugian non-materiil, terutama di era di mana reputasi dan kondisi mental memiliki nilai yang sangat tinggi.
Tiga Aspek Utama Perluasan Kerugian Immaterial
Perluasan ruang lingkup kerugian immaterial dalam PMH didorong untuk mencakup tiga aspek utama yang selama ini sulit dihitung secara konkret:
- Kerusakan Psikologis dan Penderitaan Batin (Smartengeld):
- Pengadilan didorong untuk lebih serius mempertimbangkan bukti-bukti yang menunjukkan trauma, depresi, atau penderitaan mental yang dialami korban akibat PMH (misalnya, akibat kekerasan, penghinaan, atau kelalaian medis).
- Penilaian besaran ganti rugi (smartengeld) harus didukung oleh keterangan ahli psikologi atau psikiater untuk memberikan dasar ilmiah bagi penetapan nilai kompensasi.
- Kerugian Reputasi dan Kehormatan Publik:
- Terutama relevan dalam kasus pencemaran nama baik di media sosial atau publikasi. Kerugian ini mencakup hilangnya kepercayaan dari mitra bisnis, kolega, atau masyarakat umum.
- Ganti rugi tidak hanya berupa uang, tetapi juga dapat berbentuk perintah pengadilan untuk pemulihan nama baik, seperti kewajiban pelaku mempublikasikan permintaan maaf di media dengan tiras yang sama luasnya dengan penyebaran penghinaan.
- Hilangnya Kesempatan (Loss of Chance):
- Perluasan mencakup kerugian akibat hilangnya peluang karir, kontrak bisnis, atau kesempatan mendapatkan keuntungan yang diakibatkan langsung oleh PMH yang dilakukan tergugat. Contohnya, seorang profesional yang kehilangan kontrak bernilai besar karena nama baiknya dicemarkan.
- Meskipun sulit dibuktikan, hakim diminta untuk menggunakan penalaran yang logis dan probabilitas berdasarkan bukti-bukti yang ada untuk mengukur potensi kerugian ini.
Tantangan Implementasi Hukum
Tantangan utama dalam memperluas kerugian immaterial adalah sifatnya yang subjektif dan tidak adanya formula baku. Hakim dituntut untuk memiliki sensitivitas sosial dan keberanian dalam menetapkan nilai ganti rugi yang memberikan efek jera (deterrent effect) tanpa melanggar prinsip keadilan.
Kajian ini diharapkan memunculkan yurisprudensi baru di Mahkamah Agung yang memberikan panduan lebih jelas bagi hakim di tingkat bawah dalam mengukur kerugian immaterial.