JAKARTA, 17 Oktober 2025 – Dalam konteks penegakan hukum di Indonesia, terdapat dorongan kuat untuk perluasan ruang lingkup kerugian immaterial dalam tuntutan perkara perdata, khususnya yang berkaitan dengan kasus penghinaan atau pencemaran nama baik. Penekanan ini bertujuan untuk memastikan bahwa korban tidak hanya mendapatkan sanksi pidana terhadap pelaku, tetapi juga pemulihan kehormatan dan nama baik yang telah dirugikan secara non-materiil.
Konsep kerugian immaterial (seperti rasa malu, trauma psikologis, dan kerusakan reputasi) kini ditekankan harus mendapatkan kompensasi yang layak melalui jalur perdata.
Pemulihan Nama Baik sebagai Prioritas
Pakar hukum dan praktisi peradilan berpendapat bahwa hukuman pidana bagi pelaku penghinaan sering kali belum cukup untuk mengobati kerugian yang dialami korban. Kerugian immaterial—terutama kerusakan reputasi di era digital—memerlukan pemulihan yang nyata.
- Tuntutan Kompensasi Psikis: Perluasan ruang lingkup kerugian immaterial mencakup tuntutan ganti rugi atas dampak psikologis yang diderita korban, seperti depresi, kecemasan, atau hilangnya kepercayaan diri akibat penghinaan publik.
- Pemulihan Reputasi: Tuntutan perdata juga dapat mencakup permintaan publikasi permintaan maaf yang setara dengan tingkat penyebaran penghinaan, serta biaya yang dikeluarkan korban untuk upaya pemulihan reputasi (misalnya, melalui konsultan publik atau media).
- Nilai Kerugian yang Subjektif: Tantangan utama adalah menghitung nilai uang dari kerugian immaterial. Namun, pengadilan didorong untuk lebih berani dalam menetapkan jumlah ganti rugi yang signifikan, yang tidak hanya bersifat menghibur tetapi juga memberikan efek jera (deterrent effect) bagi pelaku.
Sinergi Hukum Perdata dan Pidana
Dorongan ini menguatkan prinsip bahwa hukum perdata dan pidana harus berjalan sinergis. Ketika aspek pidana berfungsi sebagai penindak kejahatan, aspek perdata berfungsi sebagai pemulih hak korban yang tercederai.
Dengan penekanan ini, korban penghinaan tidak perlu lagi hanya fokus pada pemenjaraan pelaku, tetapi juga menggunakan hak perdatanya untuk mendapatkan keadilan substantif berupa pemulihan nama baik dan ganti rugi yang pantas.