JAKARTA, 21 OKTOBER 2025 – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menyatakan tengah mendalami secara serius dugaan keterlibatan pihak swasta dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) di Sulawesi Tenggara (Sultra). Langkah ini diambil setelah penyidik menemukan indikasi kuat adanya persekongkolan jahat antara oknum pejabat di Sultra dan perusahaan penyedia Alkes.
Penyidikan Kejagung saat ini berfokus pada pelacakan aliran dana, proses lelang fiktif, dan penetapan harga mark-up yang menyebabkan kerugian negara yang signifikan dalam proyek pengadaan Alkes tersebut.
Fokus dan Modus Operandi
Keterlibatan pihak swasta seringkali menjadi kunci dalam kasus korupsi proyek pemerintah. Dalam kasus Alkes Sultra, Kejagung menduga modus operandi yang dilakukan adalah:
- Persekongkolan Tender: Adanya pengaturan atau rekayasa dalam proses lelang untuk memastikan bahwa perusahaan swasta tertentu (yang memiliki kedekatan dengan oknum pejabat) memenangkan kontrak, meskipun penawaran mereka tidak efisien atau harganya terlalu tinggi.
- Mark-up Harga: Pihak swasta bekerjasama dengan pejabat terkait untuk menetapkan harga Alkes jauh di atas harga pasar (overpricing). Selisih harga inilah yang kemudian diduga menjadi dana bancakan atau fee yang dinikmati bersama.
- Pengadaan Fiktif atau Tidak Sesuai Spesifikasi: Dugaan adanya pengadaan Alkes yang tidak sesuai spesifikasi atau bahkan fiktif, yang tetap dicairkan pembayarannya berkat kerjasama dengan oknum pejabat.
Tindak Lanjut Kejagung
Kejagung berkomitmen untuk membongkar tuntas jaringan korupsi ini, baik di tingkat pemerintah daerah maupun di kalangan pengusaha swasta.
- Penyitaan dan Pemanggilan: Kejagung telah melakukan penyitaan dokumen dan pemanggilan sejumlah saksi dari kalangan pejabat dinas terkait dan direksi perusahaan swasta yang memenangkan kontrak Alkes.
- Pelacakan Aset: Selain pidana penjara, fokus juga diarahkan pada upaya pemulihan kerugian negara melalui pelacakan dan penyitaan aset yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi.
Kasus ini menjadi penegasan bahwa kolaborasi antara birokrasi dan sektor swasta dalam tindak pidana korupsi akan ditindak tegas oleh aparat penegak hukum.