JAKARTA, 27 Oktober 2025 – Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia kembali mengeluarkan yurisprudensi penting dalam bidang hukum perdata, yang memberikan kepastian hukum mengenai konsekuensi apabila sebagian dari objek sewa, seperti rumah, musnah atau rusak parah saat perjanjian sewa menyewa masih berlangsung. Yurisprudensi ini menegaskan perlindungan bagi penyewa yang dirugikan oleh kondisi force majeure (keadaan kahar) atau musnahnya objek di luar kesalahannya.
Staf Khusus Bidang Hukum Perdata Mahkamah Agung, [Nama Staf MA Disamarkan], mengatakan bahwa kaidah hukum ini merujuk pada Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 287 K/Sip/1959 dan tetap relevan hingga saat ini, memberikan panduan bagi hakim di seluruh Indonesia dalam mengadili kasus serupa.
“Yurisprudensi ini menjabarkan secara tegas bahwa prinsip dasar sewa menyewa yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) harus ditegakkan. Jika sebagian dari benda sewaan musnah—misalnya akibat bencana alam, kebakaran, atau peristiwa di luar kendali—maka hak penyewa harus dijamin,” ujar [Nama Staf MA Disamarkan], Senin (27/10/2025).
Pilihan Hukum Bagi Pihak Penyewa
Kaidah hukum yang ditekankan dalam yurisprudensi MA ini memberikan dua pilihan utama yang dapat diambil oleh pihak penyewa jika objek sewa hanya musnah sebagian:
- Meminta Pengurangan Harga Sewa: Penyewa berhak meminta penurunan harga sewa yang proporsional dengan bagian objek yang musnah dan tidak dapat lagi digunakan. Opsi ini dipilih jika bagian yang musnah tersebut tidak terlalu esensial, dan penyewa masih bersedia melanjutkan sewa.
- Meminta Pembatalan Perjanjian Sewa: Penyewa berhak meminta pembatalan perjanjian sewa secara keseluruhan jika bagian yang musnah tersebut dinilai sangat esensial atau signifikan sehingga tujuan utama penyewaan tidak dapat lagi tercapai.
“Yang menyewakan wajib menanggung risiko kerugian akibat musnahnya sebagian atau seluruh objek sewa, selama musnahnya itu bukan karena kesalahan penyewa. Penyewa tidak dapat dituntut ganti rugi dalam kedua opsi tersebut,” tambahnya.
Yurisprudensi ini menjadi landasan kuat untuk memastikan bahwa risiko musnahnya benda yang disewakan sepenuhnya ditanggung oleh pihak yang menyewakan (pemilik), yang secara hukum tetap wajib memastikan objek sewa dapat dinikmati oleh penyewa sesuai perjanjian awal.




























