Jakarta, 3 November 2025 – Kasus-kasus sengketa warisan terus mendominasi daftar perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama (PA) di berbagai wilayah Indonesia. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran nilai, di mana ikatan kekeluargaan sering kali terputus oleh dorongan keserakahan atas harta peninggalan.
⚖️ Warisan sebagai Sumber Konflik Utama Keluarga
Data dari Pengadilan Agama menunjukkan bahwa perkara warisan—terutama yang melibatkan pembagian harta gono-gini setelah perceraian atau pembagian harta peninggalan orang tua—menjadi salah satu kategori sengketa dengan intensitas emosional tertinggi.
Pola Umum Sengketa Kewarisan:
- Penyembunyian Aset: Salah satu ahli waris menyembunyikan atau menguasai aset tanpa sepengetahuan ahli waris lainnya.
- Penafsiran Hukum yang Berbeda: Perbedaan pemahaman mengenai hukum waris Islam (Faraidh) versus hukum perdata atau hukum adat.
- Motif Ekonomi: Dorongan keserakahan, terutama pada kasus warisan dengan nilai aset yang sangat tinggi (tanah, properti, atau bisnis keluarga).
- Ahli Waris Jauh: Munculnya ahli waris yang sudah lama tidak berhubungan tetapi tiba-tiba menuntut hak bagiannya.
“Fungsi PA bukan hanya memutus perkara, tetapi juga menengahi agar nilai-nilai kekeluargaan tidak sepenuhnya hilang. Sayangnya, banyak kasus menunjukkan prioritas pada materi telah mengalahkan ikatan darah.”
— Keterangan Ahli Hukum Keluarga (Refleksi Jurnalistik)
️ Upaya Mediasi yang Sering Kali Buntu
Dalam prosedur persidangan di PA, mediasi wajib dilakukan. Namun, sengketa warisan sering kali sulit mencapai damai karena sifat tuntutan yang kaku (persentase pembagian) dan sudah diliputi emosi negatif yang mendalam.
- Mediasi Gagal: Pihak yang bersengketa umumnya mempertahankan klaim mereka secara maksimal, membuat proses mediasi seringkali buntu dan harus dilanjutkan ke tahap pembuktian.
- Tujuan Hukum: Proses peradilan kemudian berfokus pada penentuan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa besar bagian masing-masing sesuai hukum Islam (Faraidh), atau pembagian secara damai jika semua pihak setuju.
Refleksi: Perlunya Edukasi dan Wasiat Tertulis
Sengketa warisan dapat diminimalisir jika masyarakat memiliki kesadaran hukum dan transparansi yang lebih tinggi. Para ahli menyarankan dua langkah preventif utama:
- Edukasi Faraidh: Pemahaman yang benar dan adil mengenai hak waris dalam Islam sejak dini.
- Pewarisan Jauh Hari: Pemilik harta disarankan membuat surat wasiat atau hibah jauh sebelum meninggal untuk memperjelas pembagian aset, sehingga meminimalkan ruang untuk keserakahan dan sengketa di masa depan.































