MATARAM, 3 November 2025 – Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram terus menindaklanjuti kasus dugaan korupsi dalam penjualan aset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Barat (Lobar) di Desa Bagik Polak. Berdasarkan hasil perhitungan sementara, kerugian keuangan negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai angka Rp900 juta.
Angka kerugian ini didapatkan dari hasil Perhitungan Kerugian Negara (PKN) yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dan telah diserahkan kepada penyidik Kejaksaan.
Dua Tersangka Telah Ditahan dan Penetapan Tersangka Dinyatakan Sah
Dalam kasus ini, penyidik Kejari Mataram telah menetapkan dan menahan dua orang tersangka:
- AAP: Kepala Desa Bagik Polak.
- BMF: Mantan Pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Barat.
Tersangka BMF sebelumnya sempat mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Namun, pada 1 November 2025, Hakim Pengadilan Negeri Mataram menolak permohonan praperadilan tersebut, yang berarti penetapan tersangka oleh Kejaksaan dinyatakan sah dan sesuai prosedur hukum.
Modus Operandi: Pengalihan Status Kepemilikan Aset
Kasus korupsi ini berpusat pada aset tanah pertanian milik Pemkab Lombok Barat (berstatus tanah pecatu desa) di Desa Bagik Polak. Modus operandi yang ditemukan adalah:
- Aset tanah negara dialihkan statusnya menjadi hak milik pribadi melalui proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang melibatkan oknum di BPN.
- Setelah bersertifikat hak milik pribadi, tanah tersebut kemudian dijual kepada pihak lain.
Penggeledahan dan penyitaan puluhan dokumen terkait perkara di Kantor BPN Lombok Barat telah dilakukan sebelumnya oleh penyidik guna memperkuat alat bukti.
Dengan ditolaknya praperadilan dan dikantonginya angka kerugian negara, Kejaksaan kini fokus untuk segera merampungkan berkas penyidikan (P-21) agar kasus ini bisa segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram.































