JAKARTA, 4 November 2025 – Tindakan memviralkan rincian utang seseorang di media sosial, termasuk menyebarkan identitas, foto, atau jumlah tagihan, kini semakin memiliki konsekuensi hukum pidana yang serius. Para ahli hukum memperingatkan bahwa penagihan utang dengan cara mempermalukan di ranah digital dapat melanggar dua undang-undang utama: Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan ketentuan tentang pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru (UU Nomor 1 Tahun 2023).
️ Ancaman dari UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP)
Pakar hukum digital menyoroti bahwa tindakan memublikasikan utang seseorang di media sosial tanpa persetujuan merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak privasi dan perlindungan data pribadi.
- Pelanggaran: Nama, foto, dan rincian utang merupakan data pribadi yang tidak boleh disebarkan tanpa izin subjek data (orang yang berutang).
- Sanksi: Pelaku yang terbukti menyebarkan data pribadi dengan maksud untuk memperoleh keuntungan (seperti memaksa pelunasan) dapat dijerat berdasarkan UU PDP dengan ancaman pidana penjara dan/atau denda yang signifikan. UU PDP secara tegas melindungi setiap individu dari penyalahgunaan data pribadinya.
⚖️ Potensi Jerat Pencemaran Nama Baik KUHP Baru
Selain UU PDP, tindakan memviralkan utang juga sangat rentan melanggar hukum pidana terkait penghinaan atau pencemaran nama baik, yang kini diatur dalam KUHP Baru (berlaku efektif 2026).
| Tindak Pidana | Dasar Hukum (KUHP Baru) | Ancaman Sanksi |
| Pencemaran Tertulis | Pasal 433 ayat (2) UU 1/2023 | Pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau denda paling banyak Kategori III (maksimal Rp50 juta). |
| Pemaksaan | Pasal 369 KUHP Lama (dan ketentuan serupa) | Dapat diterapkan jika penyebaran utang dimaksudkan untuk memaksa pelunasan dengan cara yang melawan hukum, termasuk tekanan psikologis. |
Catatan Kunci:
Meskipun penyebar informasi bertujuan menagih utang yang memang fakta, tindakan memviralkan tersebut tetap dapat dipidana jika memenuhi unsur menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan maksud diketahui umum. Dalam KUHP, perbuatan ini tidak dipidana jika dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa membela diri, namun pembuktian motif ini di pengadilan seringkali sulit jika tujuannya adalah mempermalukan.
“Hubungan utang piutang adalah murni perdata. Menyelesaikan sengketa perdata dengan cara-cara intimidasi atau penyebaran aib di media sosial adalah langkah yang melampaui batas hukum dan berpotensi pidana,” ujar seorang praktisi hukum.
Masyarakat diimbau untuk menempuh jalur hukum formal (gugatan perdata atau pelaporan penipuan) apabila penagihan secara kekeluargaan tidak membuahkan hasil, alih-alih mengambil jalan pintas dengan memviralkan masalah tersebut.































