Jakarta, 6 November 2025 — Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh sejumlah bank kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan entitas anak usahanya.
Dalam pengembangan penyidikan yang melibatkan kerugian negara triliunan rupiah ini, Kejaksaan Agung telah memanggil dan memeriksa seorang petinggi dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor asuransi, PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo).
Direktur Jasindo Diperiksa sebagai Saksi
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam keterangan tertulisnya mengonfirmasi pemeriksaan tersebut.
- Saksi yang Diperiksa: Saksi berinisial OK, yang diketahui menjabat sebagai Direktur PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo).
- Tujuan: Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara atas nama Tersangka ISL (Iwan Setiawan Lukminto) dan kawan-kawan.
Selain OK, penyidik juga diketahui memanggil seorang Tim Teknis dari Jasindo berinisial SN pada rentang waktu yang berbeda, mengindikasikan bahwa Kejaksaan tengah mengurai keterlibatan Jasindo dalam proses penjaminan kredit.
Fokus Penyidik: Peran Asuransi Kredit
Keterlibatan pihak Jasindo disinyalir berkaitan dengan peran mereka sebagai penyedia asuransi kredit yang menjamin risiko kredit macet yang diberikan oleh bank kepada PT Sritex. Kejaksaan menduga adanya penyimpangan dalam proses penjaminan tersebut yang turut menyebabkan kredit macet dan kerugian negara.
Kasus korupsi ini berpusat pada pemberian kredit macet dari beberapa bank daerah, yakni Bank BJB, Bank DKI, dan Bank Jateng. Kejagung membagi proses penyidikan ke dalam dua klaster:
- Klaster Bank Daerah: Fokus pada kredit dari Bank BJB dan Bank DKI, yang telah menyebabkan kerugian negara sementara sebesar Rp692 miliar.
- Klaster Bank Sindikasi: Melibatkan kredit sindikasi dari Bank Himbara (seperti BNI dan BRI) dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan total nilai mencapai Rp2,5 triliun.
Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan Direktur Utama PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, dan beberapa mantan petinggi bank daerah sebagai tersangka dalam kasus ini, dan akan terus menelusuri setiap pihak, termasuk BUMN, yang diduga terlibat dalam praktik korupsi tersebut.

































