JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 BT di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2012–2021 kepada penuntut umum koneksitas.
1. Tiga Tersangka Utama
Perkara ini ditangani oleh tim penyidik koneksitas (Kejagung dan Oditur Militer) karena melibatkan unsur militer dan sipil. Tiga tersangka yang dilimpahkan adalah:
-
Laksamana Muda (Purn) Leonardi (L): Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan (Kabaranahan) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
-
Anthony Thomas Van Der Hayden (ATDVH): Pihak perantara (sipil).
-
Gabor Kuti (GK): CEO Navayo International AG (masih buron, telah diterbitkan red notice).
2. Pelanggaran Berat dalam Pengadaan
Akar masalah korupsi ini adalah kontrak pengadaan user terminal yang dilakukan Kemenhan melalui Laksda (Purn) Leonardi dengan Navayo International AG (Gabor Kuti) pada Juli 2016 senilai USD 29,9 juta. Proyek ini dinilai sarat pelanggaran karena:
-
Penunjukan Langsung: Navayo ditunjuk tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa yang benar.
-
Rekomendasi: Pemilihan Navayo didasarkan pada rekomendasi dari Anthony Thomas Van Der Hayden (ATDVH).
-
Tidak Ada Anggaran: Kemenhan tidak memiliki anggaran untuk pengadaan satelit tersebut hingga tahun 2019.
3. Kecurangan Klaim Pengiriman Barang
-
Navayo mengklaim telah mengirim barang. Atas klaim ini, diterbitkan empat Certificate of Performance (CoP) yang disiapkan oleh ATDVH dan ditandatangani oleh Leonardi tanpa pengecekan fisik barang.
-
Fakta penyelidikan menunjukkan bahwa 550 ponsel yang dikirim tidak memiliki secure chip (komponen inti user terminal).
-
Hasil pekerjaan Navayo juga tidak pernah diuji dengan Satelit Artemis di slot orbit 123° BT.
4. Kerugian Negara dan Dampak Internasional
-
Karena penandatanganan CoP tersebut, Kemenhan diwajibkan membayar USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Arbitrase Singapura.
-
Dampak terberat adalah pengadilan di Paris mengabulkan permohonan Navayo untuk menyita sejumlah aset milik Perwakilan RI di Paris, termasuk Wisma Wakil Kepala Perwakilan dan rumah dinas Atase Pertahanan, sebagai jaminan pembayaran utang tersebut.































