Beijing – Pemerintah Tiongkok mengambil langkah tegas untuk memperketat regulasi terkait Kecerdasan Buatan (AI). Fokus utama dari kebijakan baru ini adalah penekanan pada moralitas sosial dan perlindungan hak paten (kekayaan intelektual) dalam pengembangan dan penggunaan teknologi AI.
Langkah ini diambil sebagai respons terhadap pesatnya perkembangan teknologi AI generatif yang berpotensi menimbulkan masalah etika, sosial, dan hukum.
Pengetatan Etika AI
Tiongkok, melalui regulator terkait, menekankan perlunya landasan etika yang kuat dalam setiap pengembangan AI.
-
Konten Beretika: Perusahaan teknologi didorong untuk memastikan bahwa AI yang mereka kembangkan tidak menghasilkan konten yang melanggar norma, merusak moralitas publik, atau menyebarkan informasi palsu (deepfake) yang merugikan.
-
Tanggung Jawab Pengembang: Pengembang AI kini memikul tanggung jawab yang lebih besar untuk memastikan produk mereka aman, adil, dan tidak diskriminatif.
-
Mempertahankan Nilai Sosial: Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa inovasi AI tetap sejalan dengan nilai-nilai inti sosialis dan menjaga stabilitas sosial di negara tersebut.
Perlindungan Hak Paten AI
Selain etika, aspek Hak Kekayaan Intelektual (HKI) menjadi sorotan utama.
-
Inovasi Terjamin: Pemerintah berupaya memperjelas aturan mengenai kepemilikan dan perlindungan hak paten atas output atau hasil karya yang diciptakan oleh AI. Hal ini untuk mendorong inovasi yang sehat, di mana hak-hak pencipta manusia maupun entitas pengembang AI dapat terjamin.
-
Peraturan yang Jelas: Pengetatan aturan hak paten ini diharapkan dapat mencegah sengketa hukum di masa depan, mengingat sulitnya menentukan kepemilikan ketika sebuah karya dihasilkan melalui algoritma AI.
Langkah Tiongkok ini menunjukkan pengakuan bahwa tanpa kerangka etika dan hukum yang jelas, perkembangan AI yang sangat cepat dapat menimbulkan kekacauan sosial dan ancaman terhadap hak-hak individu.






























