Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia dijadwalkan mengeluarkan putusan atas lima permohonan uji materi terhadap revisi Undang-Undang militer yang menuai kontroversi karena dinilai memperluas peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam urusan sipil. Agenda ini menjadi perhatian publik karena menyangkut prinsip dasar demokrasi, tata kelola pemerintahan, serta batasan kewenangan militer di tengah kehidupan masyarakat sipil.
Revisi Undang-Undang tersebut disahkan pada Maret 2025 lalu. Namun, proses legislasi yang cepat tanpa konsultasi publik yang memadai memicu kritik dari berbagai kalangan. Sejumlah pemohon, yang terdiri atas organisasi mahasiswa, kelompok masyarakat sipil, aktivis hak asasi manusia, hingga Inayah Wahid putri dari Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid menilai bahwa pembahasan revisi dilakukan secara tergesa-gesa dan kurang transparan. Mereka berpendapat, perluasan peran militer di ranah sipil berpotensi mengganggu keseimbangan antara otoritas sipil dan militer yang selama ini dijaga sejak era reformasi.
Dalam pernyataannya, para pemohon menegaskan bahwa keterlibatan militer dalam sektor sipil seharusnya dibatasi secara ketat untuk menghindari tumpang tindih kewenangan dan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Mereka juga menyoroti risiko menurunnya kualitas demokrasi apabila aparat militer mendapatkan ruang terlalu besar dalam kehidupan masyarakat non-militer.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Hukum menegaskan bahwa proses revisi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemerintah juga menyatakan bahwa partisipasi publik tetap dilibatkan, meski dengan metode yang berbeda dari biasanya. Menurut pemerintah, revisi ini diperlukan untuk menyesuaikan peran TNI dengan tantangan keamanan nasional yang semakin kompleks, termasuk ancaman non-tradisional seperti bencana alam, siber, hingga terorisme.
Putusan MK terkait uji materi ini diperkirakan akan memberikan dampak besar terhadap arah kebijakan pertahanan dan demokrasi Indonesia ke depan. Jika MK memutuskan revisi UU bertentangan dengan UUD 1945, maka hal tersebut akan memperkuat posisi masyarakat sipil dalam menjaga supremasi hukum. Namun, apabila revisi dinyatakan konstitusional, pemerintah akan memiliki legitimasi penuh untuk memperluas peran militer dalam urusan sipil.
Masyarakat sipil, akademisi, dan pengamat hukum kini menunggu sikap MK sebagai lembaga penjaga konstitusi. Putusan tersebut tidak hanya akan menentukan masa depan hubungan sipil-militer di Indonesia, tetapi juga menjadi barometer seberapa kuat prinsip demokrasi dan supremasi hukum ditegakkan di tengah dinamika politik nasional.