Jakarta, 3 Oktober 2025 – Baru-baru ini, nama Paul Pogba menjadi sorotan selain kiprahnya di lapangan—ialah karena keterlibatannya dalam sebuah petisi kontroversial. Bersama total 51 atlet internasional, Pogba ikut menandatangani petisi yang menuntut UEFA untuk melarang Israel ikut serta dalam kompetisi sepak bola Eropa.
Petisi itu diajukan sebagai bentuk protes terhadap tindakan politik dan militer Israel, khususnya terhadap konflik yang sedang berlangsung. Para atlet yang tergabung meyakini bahwa kehadiran Israel dalam ajang-ajang sepak bola Uni Eropa membawa pesan simbolis yang tidak bisa dipisahkan dari kinerja politik negara tersebut.
Pogba, yang dikenal bukan hanya sebagai atlet tapi juga aktif dalam sejumlah gerakan kemanusiaan dan sosial, tampaknya melihat kesempatan ini sebagai cara untuk mengintegrasikan suara politik dalam dunia olahraga. Meski demikian, langkahnya menuai kritik — banyak pihak mempertanyakan kelayakan membawa konflik geopolitik ke arena olahraga, karena hal itu bisa mengaburkan sportivitas dan netralitas kompetisi.
UEFA sendiri belum memberikan tanggapan tegas terhadap petisi tersebut. Di masa lalu, badan sepak bola Eropa ini kerap menghindari intervensi langsung terhadap keputusan negara anggota terkait konflik politik, dengan alasan menjaga realm olahraga tetap bebas dari gesekan politik.
Kasus ini menjadi salah satu contoh bagaimana olahraga modern semakin dipenjolkan ke dalam ranah diplomasi dan perjuangan nilai — bukan hanya sebagai kompetisi atletik semata. Bagaimana UEFA akan merespon, dan apakah permintaan itu akan ditindaklanjuti, masih menjadi pertanyaan yang banyak ditunggu jawaban resminya.