Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa dalam penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag), pihaknya telah menyita aset dan uang senilai hampir Rp 100 miliar. Jumlah tersebut berasal dari transaksi yang berkaitan dengan pengaturan kuota haji khusus dan praktik “percepatan kuota” yang tak sesuai aturan.
Skema Penyalahgunaan & Kuota Tak Wajar
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa sebagian besar praktik korupsi terjadi ketika kuota haji khusus dibagikan kepada travel—yang seharusnya tidak mendapatkan bagian secara penuh—dengan imbalan uang kepada pejabat Kemenag. “Banyak travel yang tidak seharusnya mendapatkan kuota khusus tambahan, tapi mereka menyerahkan uang agar bisa mendapat lebih banyak kuota,” ungkap Budi.
Budi menambahkan bahwa pembagian kuota khusus ini semestinya mengikuti persentase yang telah ditetapkan: dari tambahan 20.000 kuota haji, 92% untuk haji reguler dan 8% untuk kuota khusus. Namun dalam praktiknya, pembagian sering kali dilakukan 50:50 antara reguler dan khusus, melanggar regulasi.
Beberapa travel juga dikabarkan menjual kembali kuota yang diperoleh kepada pihak lain dan mengambil keuntungan dari selisih harga. Uang dari transaksi jual beli kuota tersebut turut diamankan sebagai barang bukti oleh KPK.
Pihak yang Sudah Diperiksa
KPK menyebut telah memanggil dan memeriksa sejumlah pejabat Kemenag serta media travel umroh terkait kasus ini. Di antara mereka adalah Ustaz Khalid Basalamah yang diperiksa sebagai pihak penyedia jasa. Bahkan, mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga telah diperiksa dua kali: pada 7 Agustus 2025 dan 1 September 2025.
Budi mengatakan bahwa pihak-pihak yang menyerahkan uang atau melakukan “kutipan” kepada pejabat Kemenag belum ia jelaskan secara rinci, karena proses penyidikan masih berjalan.
Langkah ke Depan & Tantangan
Penyitaan hampir Rp 100 miliar ini menjadi salah satu bukti awal bahwa praktik korupsi kuota haji sangat sistemik. Namun tantangan terbesar adalah membongkar jaringan di baliknya, termasuk pejabat tinggi, travel, maupun pihak perantara.
KPK harus menyusun berkas lengkap agar dapat mengajukan dakwaan kuat ke pengadilan, sambil memproses restitusi agar kerugian negara dapat dipulihkan. Di sisi lain, publik menunggu transparansi dari Kemenag untuk memperbaiki sistem alokasi kuota agar tak mudah disalahgunakan kembali.