JAKARTA, 14 Oktober 2025 – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan Putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024 terkait uji materiil terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Meskipun putusan ini disambut baik karena membatasi subjek pelapor pencemaran nama baik, muncul kekhawatiran baru bahwa penafsiran terhadap salah satu pasal inti dapat menyisakan masalah hukum yang serius.
Kekhawatiran utama yang muncul dari kalangan akademisi dan pegiat kebebasan berekspresi adalah potensi Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU ITE 2024 yang mengatur pencemaran nama baik, justru akan dijadikan ‘keranjang sampah’ atau alat untuk membungkam kritik.
Dua Poin Utama Kekhawatiran Hukum
Putusan MK tersebut memang memperjelas beberapa batasan, terutama dengan memutuskan bahwa frasa “orang lain” dalam Pasal 27A hanya berlaku untuk individu (perseorangan) dan tidak berlaku untuk pemerintah, lembaga, atau korporasi. Ini adalah kemenangan bagi kebebasan berekspresi karena kritik terhadap institusi kini lebih terlindungi.
Namun, kekhawatiran timbul dari dua aspek dalam perumusan pasal, khususnya:
- Perluasan Makna ‘Menuduhkan Suatu Hal’: Dalam pertimbangannya, MK khawatir bahwa dihapuskannya delik penghinaan melalui media elektronik dalam UU ITE (karena telah dipindahkan ke KUHP Baru) berpotensi membuat pencemaran nama baik melalui Pasal 27A menjadi “keranjang sampah”. Kekhawatiran ini muncul karena frasa “menuduhkan suatu hal” dalam pasal tersebut bisa ditafsirkan terlalu luas.
Para pemohon uji materiil khawatir frasa ini tidak hanya mencakup “perbuatan/kegiatan” tetapi juga meluas hingga ejekan-ejekan atau hal-hal yang tidak jelas parameternya, sehingga melanggar hak atas kepastian hukum yang adil.
- Pasal sebagai ‘Alat Kekuasaan’ Pembungkam Kritik: Meskipun MK membatasi pelapor hanya pada individu, pencemaran nama baik melalui media elektronik tetap berpotensi dijadikan “alat kekuasaan” untuk membungkam suara sumbang dari masyarakat sipil, terutama jika individu yang melaporkan adalah pejabat publik.
Desakan Agar Revisi UU ITE Dilakukan Menyeluruh
Secara keseluruhan, putusan MK 105/2024 dianggap penting karena memperjelas batasan hukum dan memperkuat perlindungan hak konstitusional warga negara, khususnya dalam konteks kebebasan berpendapat. Namun, Putusan ini juga menjadi momentum bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah lainnya di UU ITE, seperti Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45A ayat (2) yang terkait ujaran kebencian, guna memberikan batasan yang lebih jelas dan mencegah kriminalisasi kebebasan berekspresi.