JAKARTA, 17 Oktober 2025 – Data terbaru menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam kasus perceraian di berbagai daerah di Indonesia. Analisis dari lembaga peradilan agama dan sosiolog mengidentifikasi dua faktor utama yang terus menjadi pemicu keretakan rumah tangga: masalah ekonomi dan perselisihan yang terjadi secara terus menerus tanpa penyelesaian.
Fenomena ini menjadi alarm serius bagi pemerintah daerah dan lembaga sosial untuk meningkatkan intervensi di tingkat keluarga.
Dua Faktor Dominan Pemicu Perceraian
Meskipun faktor-faktor lain seperti perselingkuhan atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga berkontribusi, tekanan finansial dan ketidakmampuan mengelola konflik adalah akar dari sebagian besar putusan cerai:
- Tekanan Ekonomi dan Finansial:
- Keterbatasan Lapangan Kerja: Di banyak daerah, keterbatasan lapangan kerja dan upah yang rendah menyebabkan beban ekonomi yang sangat berat, terutama ketika pasangan tidak memiliki literasi keuangan yang baik.
- Utang dan Gaya Hidup: Tekanan untuk mengikuti gaya hidup tertentu, ditambah dengan jeratan utang (pinjaman online atau rentenir), sering memicu pertengkaran hebat dan berkepanjangan.
- Ketergantungan pada Bantuan Sosial: Ketergantungan yang tinggi pada bantuan sosial tanpa adanya kemandirian ekonomi sering menyebabkan frustrasi dan perselisihan mengenai peran pencari nafkah.
- Perselisihan dan Pertengkaran Terus Menerus:
- Komunikasi yang Buruk: Masalah ekonomi atau intervensi dari pihak ketiga (mertua/keluarga) seringkali tidak dapat diselesaikan karena komunikasi yang buruk antar pasangan.
- Kesenjangan Peran Gender: Di banyak daerah, perubahan peran gender yang tidak diikuti dengan penyesuaian ekspektasi dalam rumah tangga juga memicu perselisihan yang tiada henti.
- Ketidakmampuan Mediasi: Kasus perselisihan terus berlanjut hingga ke pengadilan karena pasangan gagal menemukan titik temu, dan lembaga mediasi formal maupun informal (tokoh masyarakat) tidak efektif.
Intervensi yang Dibutuhkan
Para ahli menyarankan agar program intervensi tidak hanya berfokus pada sisi hukum, tetapi juga pada sisi pencegahan di tingkat hulu:
- Peningkatan Literasi Finansial: Program wajib bagi calon pengantin dan pasangan muda tentang manajemen keuangan keluarga dan risiko utang.
- Penguatan Lembaga Konseling: Pemerintah daerah perlu memperkuat layanan konseling keluarga yang mudah diakses dan bersifat non-diskriminatif, dengan mediator yang terlatih.
Tingginya angka perceraian di daerah menjadi indikator bahwa kesejahteraan keluarga harus dilihat secara holistik, mencakup kesehatan finansial dan mental.