SURABAYA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, secara tegas mendesak percepatan reformasi total terhadap hukum perdata nasional. Dorongan ini muncul karena fondasi utama hukum perdata Indonesia, terutama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau Burgerlijk Wetboek (BW), masih terperangkap dalam sistem hukum peninggalan era Hindia Belanda yang berusia hampir dua abad.
Pernyataan ini disampaikan Menko Yusril saat membuka Konferensi Nasional X Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK) di Universitas Surabaya (Ubaya) pada Rabu (15/10/2025).
KUHPerdata Dinilai Ketinggalan Zaman
Yusril menyoroti adanya ketimpangan signifikan antara kemajuan reformasi di bidang hukum pidana dan perdata. Sementara hukum pidana telah diperbarui dengan disahkannya KUHP baru, hukum perdata dinilai jauh tertinggal karena masih mengacu pada aturan kolonial yang mulai berlaku sejak tahun 1848.
“Perubahan yang cepat, perlu perumusan hukum baru sesuai perkembangan zaman dan kebutuhan hukum masyarakat sekarang. Hukum perikatan yang ketinggalan zaman menciptakan ketidakpastian hukum dan kesenjangan keadilan,” tegas Yusril.
Ketidakpastian ini, menurutnya, terasa sangat nyata terutama dalam menghadapi tantangan modern seperti kontrak baku serta transaksi dan kegiatan bisnis di era digital yang tidak diakomodir secara memadai oleh undang-undang warisan kolonial tersebut.
Tuntutan Konstitusional dan Ekonomi Bangsa
Menko Yusril menegaskan bahwa pembaruan hukum perdata bukan hanya sekadar kebutuhan teknis, melainkan sudah menjadi keniscayaan konstitusional dan kebutuhan ekonomi bangsa. Tujuannya adalah untuk menciptakan landasan hukum yang adaptif, berkeadilan, dan berdaya saing global.
Untuk memastikan hukum yang dihasilkan benar-benar mencerminkan keadilan dan kesadaran hukum rakyat Indonesia, Yusril menekankan pentingnya melibatkan seluruh pemikir hukum dalam proses perumusan.
“Jangan lupakan bahwa hukum adat dan hukum Islam hidup di masyarakat kita. Semua pemikiran itu perlu dihimpun agar hasil perumusannya sesuai dengan nilai dan kesadaran hukum bangsa sendiri,” pungkasnya.
Yusril berharap konferensi yang melibatkan para pakar hukum perdata dari seluruh Indonesia ini dapat melahirkan rekomendasi akademik yang strategis sebagai masukan bagi pemerintah dalam menyusun sistem hukum perdata nasional yang baru.