JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, angkat bicara mengenai perdebatan seputar delik aduan dalam kasus pencemaran nama baik, khususnya yang menyangkut pejabat publik. Mahfud menekankan pentingnya pejabat untuk bersikap dewasa dalam menanggapi kritik publik dan memandang pencemaran nama baik sebagai delik aduan murni.
Mahfud menyampaikan pandangannya dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Senin (24/11). Menurutnya, pejabat negara harus memahami konsekuensi jabatan publik, di mana kritik, bahkan yang bersifat keras, adalah bagian dari pengawasan demokratis.
“Seharusnya, para pejabat tidak terlalu reaktif terhadap kritik di media sosial, termasuk yang berpotensi dianggap pencemaran nama baik. Idealnya, delik pencemaran nama baik, terutama yang ditujukan kepada pejabat, harus dipandang sebagai delik aduan absolut,” ujar Mahfud MD.
Implikasi Delik Aduan Murni
Delik aduan murni berarti kasus tersebut hanya bisa diproses jika ada pengaduan resmi dari korban (pejabat yang bersangkutan), dan proses hukum harus dihentikan jika pengaduan ditarik kembali.
-
UU ITE: Mahfud MD menyinggung bahwa meskipun Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah direvisi, masih sering terjadi tumpang tindih interpretasi yang berpotensi disalahgunakan untuk mengkriminalisasi kritik.
-
Tanggung Jawab Publik: Pejabat publik, menurut Mahfud, memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap kritik dibandingkan warga sipil biasa, mengingat kekuasaan yang mereka pegang adalah amanah rakyat.
Pernyataan Mahfud MD ini memberikan pandangan penting mengenai etika berdemokrasi dan penegakan hukum yang berimbang, di tengah maraknya kasus hukum yang menjerat warganet akibat unggahan di media sosial.
































