Yogyakarta – Perkampungan Beji di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, telah dikenal sebagai sentra kerajinan blangkon dengan sejarah panjang yang membanggakan. Meskipun telah eksis dan menjadi sumber mata pencaharian utama bagi warga setempat selama puluhan tahun, para perajin di Kampung Beji saat ini menghadapi kendala serius terkait Hak Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya hak paten.
Tradisi yang Terancam
Kerajinan blangkon di Kampung Beji diwariskan secara turun-temurun, menghasilkan blangkon khas Jogja dengan kualitas tinggi dan nilai budaya yang kuat. Namun, tanpa adanya perlindungan HKI yang resmi:
-
Kendala Hukum: Para perajin merasa tidak memiliki kepastian hukum atas desain, motif, dan teknik pembuatan blangkon khas mereka.
-
Tiru-meniru: Potensi peniruan oleh pihak luar sangat tinggi. Tanpa hak paten, produk serupa bisa diproduksi secara massal oleh pihak lain, yang dapat merusak harga dan reputasi kualitas blangkon asli Beji.
-
Pengembangan Usaha: Ketiadaan hak paten juga menyulitkan perajin dalam mengembangkan pasar dan menjamin keaslian produk kepada konsumen.
Upaya Mendorong Hak Paten
Para perajin dan pemerintah daerah setempat kini berupaya keras untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan hak paten atas kerajinan blangkon Beji.
-
Fasilitasi Pemerintah: Pemerintah Kabupaten Sleman didorong untuk proaktif memfasilitasi proses pengajuan HKI, mengingat prosesnya yang rumit dan membutuhkan biaya.
-
Pelestarian Budaya: Perlindungan hak paten bukan hanya soal bisnis, tetapi juga soal pelestarian budaya. Blangkon Beji merupakan warisan budaya yang harus dilindungi dari klaim pihak asing atau komersialisasi yang tidak bertanggung jawab.
Para perajin berharap dengan adanya hak paten atau hak cipta komunal, mereka dapat bekerja dengan tenang, dan kerajinan blangkon khas Beji dapat bertahan dan bersaing di pasar modern tanpa khawatir ditiru atau diklaim oleh pihak lain.






























