Jakarta, 3 Oktober 2025 – Situasi di Laut Cina Selatan kembali memanas pada Oktober 2025. Sejumlah negara yang memiliki klaim wilayah, termasuk Tiongkok, Filipina, dan Vietnam, saling melancarkan pernyataan keras menyusul insiden terbaru yang terjadi di perairan sengketa.
Insiden Kapal Patroli
Ketegangan meningkat setelah kapal penjaga pantai Tiongkok dilaporkan melakukan manuver berbahaya terhadap kapal patroli Filipina di dekat Kepulauan Spratly. Insiden tersebut hampir memicu tabrakan, sehingga menambah panjang daftar gesekan di kawasan. Manila menyebut tindakan itu sebagai provokasi serius dan mengajukan nota protes diplomatik.
Reaksi Regional dan Internasional
Negara-negara ASEAN menyerukan agar semua pihak menahan diri dan mengedepankan jalur diplomasi. Sementara itu, Amerika Serikat menyatakan dukungan terhadap kebebasan navigasi di perairan internasional dan mengirimkan kapal perang sebagai bentuk kehadiran strategis di kawasan tersebut.
Risiko Jangka Panjang
Para pengamat menilai, meningkatnya intensitas gesekan di Laut Cina Selatan dapat berdampak pada stabilitas perdagangan global. Kawasan ini dikenal sebagai jalur utama pelayaran dunia, dengan nilai perdagangan mencapai triliunan dolar setiap tahunnya. Jika konflik berlanjut, rantai pasok internasional berpotensi terganggu.
Ketegangan terbaru ini menjadi pengingat bahwa persoalan sengketa wilayah di Laut Cina Selatan masih jauh dari kata selesai. Diplomasi multilateral dinilai sebagai kunci untuk menghindari konflik terbuka yang bisa berimbas luas bagi keamanan kawasan maupun dunia.