Harta warisan bisa menjadi berkah jika dibagikan dengan adil dan diterima oleh semua pihak. Namun, masalah bisa terjadi jika terjadi perselisihan yang berujung pada sengketa. Hal ini menjadi pertanyaan pembaca yang isinya sebagai berikut:
Apakah istri kedua berhak mendapatkan warisan dari ayah saya?
Sementara harta warisan ayah saya sudah ada sebelum dia menikah dengan istri kedua.
Warisan pada dasarnya adalah transfer hak atas harta dari orang yang telah meninggal kepada individu-individu tertentu yang masih hidup. Harta kekayaan dalam konteks pernikahan, atau yang disebut Syirkah, adalah harta yang diperoleh baik secara individu maupun bersama oleh suami dan istri selama berlangsungnya pernikahan, dan ini disebut sebagai harta bersama, tanpa mempermasalahkan siapa yang terdaftar sebagai pemiliknya. Pasal 190 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan bahwa jika pewaris memiliki lebih dari satu istri, masing-masing istri berhak mendapatkan bagian dari harta bersama dengan suaminya, sedangkan seluruh bagian pewaris menjadi hak waris bagi ahli warisnya.
Berkaitan dengan pertanyaan tersebut, harta yang dipertanyakan sekarang adalah harta yang diperoleh dari pernikahan pertama suami tersebut. Pasal 94 KHI menjelaskan bahwa:
1. Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang memiliki lebih dari satu istri, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri.
2. Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang memiliki lebih dari satu istri, seperti yang dijelaskan dalam ayat (1), dihitung pada saat terjadinya pernikahan yang kedua, ketiga, atau keempat.
Berdasarkan ketentuan di atas, istri kedua tidak berhak atas harta kekayaan yang diperoleh dalam pernikahan pertama almarhum suaminya. Mengenai hak istri kedua, harus dapat dibuktikan bahwa harta kekayaan tersebut memang diperoleh selama pernikahan pertama suaminya.
Dalam Surat Penetapan Waris, istri kedua tetap dimasukkan ke dalam surat tersebut, namun ia hanya berhak atas harta bersama yang diperoleh sejak dilakukannya akad nikah antara suami dengan istri kedua.
Hak istri kedua atas harta bersama dalam pernikahannya diatur dalam Pasal 96 ayat (1) KHI:
Jika terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama.
Dengan demikian, istri kedua yang dinikahi dalam ikatan perkawinan sah (bukan pernikahan siri atau di bawah tangan) berhak menjadi ahli waris dari suami yang meninggal.
Perhitungannya adalah harta yang diperoleh oleh suami dan istri dalam pernikahan mereka, di mana masing-masing mendapatkan separuh bagian dari harta bersama. Separuh bagian dari harta bersama yang merupakan milik almarhum suami akan dibagikan kepada para ahli waris, yaitu istri dan anak-anak. Sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah warisan, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah musyawarah di antara para ahli waris.
Jika musyawarah tidak berhasil, Anda dapat mengajukan permohonan fatwa waris ke pengadilan agama yang akan mengeluarkan penetapan mengenai besarnya bagian masing-masing ahli waris.
Demikian penjelasan kami mengenai kasus tersebut, semoga bermanfaat.
Editor : Efrath Mulya