JAKARTA, 13 Oktober 2025 – Indonesia menunjukkan langkah proaktif di kancah internasional dengan mendesak Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) untuk segera menyusun kerangka regulasi royalti digital global yang spesifik mengatur musik hasil kreasi Kecerdasan Buatan (AI). Usulan ini dilontarkan dalam perhelatan Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025.
Usulan ini muncul sebagai respons terhadap disrupsi teknologi di industri musik. Di satu sisi, AI mempermudah produksi karya, namun di sisi lain, penggunaan suara, melodi, dan data dari musisi asli dalam pelatihan AI menimbulkan isu hak cipta dan pembagian keuntungan yang tidak adil.
Menuju Keadilan bagi Kreator Musik
Dalam konferensi tersebut, Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025 secara resmi mendesak pemerintah untuk segera membuat kebijakan nasional. Kebijakan ini harus fokus pada tiga aspek:
- Perlindungan Hak Cipta: Memastikan karya-karya orisinal musisi terlindungi dari eksploitasi AI tanpa izin.
- Sistem Royalti yang Jelas: Menciptakan mekanisme pembayaran royalti yang adil dan transparan untuk setiap penggunaan karya oleh AI.
- Etika Penggunaan AI: Menetapkan batasan etis dalam pemanfaatan teknologi AI agar tidak merugikan profesi dan hak-hak para pencipta.
Sejalan dengan desakan ini, Indonesia juga menyatakan dukungan penuh terhadap proposal Kementerian Hukum dan HAM untuk mendorong regulasi royalti digital di tingkat global melalui forum WIPO. Tujuannya adalah menciptakan standar internasional yang seragam dan menjamin keadilan bagi para kreator musik di seluruh dunia yang karyanya digunakan sebagai data pelatihan atau inspirasi oleh sistem AI.
Langkah ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk tidak hanya melindungi industri kreatif domestik, tetapi juga untuk memimpin inisiatif perlindungan hak cipta di era disrupsi teknologi global.