Jakarta – Konsep Work From Anywhere (WFA) atau bekerja dari mana saja, yang dahulu disambut sebagai revolusi kebebasan, kini mulai menunjukkan wajah aslinya. Bagi jutaan pekerja di Indonesia, fleksibilitas telah berganti menjadi jebakan “always on” (selalu terhubung), mengikis batasan antara kehidupan profesional dan personal.
Semakin banyak profesional, terutama di sektor teknologi dan kreatif, melaporkan gejala burnout (kelelahan ekstrem) yang dipicu oleh kaburnya garis waktu kerja. Survei terbaru menunjukkan bahwa meskipun pekerja WFA menghemat waktu perjalanan, rata-rata jam kerja mereka justru meningkat 10% hingga 15% dibandingkan saat bekerja di kantor.
Ilusi Fleksibilitas dan Budaya Respon Cepat
Masalah utama dari WFA bukan terletak pada lokasi kerja, melainkan pada budaya kerja yang menuntut respon cepat di luar jam kerja normal. Email yang masuk pukul sembilan malam, atau panggilan mendadak di akhir pekan, kini dianggap lumrah.
“Awalnya saya senang bisa bekerja dari Bali. Tapi lama-lama, laptop saya selalu terbuka. Saya merasa bersalah jika tidak membalas pesan bos, meskipun itu sudah pukul delapan malam,” ujar Rina, seorang content writer di Jakarta. “Perasaan fleksibel itu hilang, digantikan rasa cemas karena seolah-olah harus selalu ada.”
Fenomena ini diperparah oleh alat komunikasi digital seperti Slack, Zoom, dan WhatsApp. Notifikasi yang terus muncul menciptakan kondisi psikologis di mana pekerja merasa terikat dan sulit untuk benar-benar melepaskan diri dari urusan kantor.
Peran Krusial Perusahaan dan Karyawan
Untuk mengembalikan keseimbangan kerja dan hidup (Work-Life Balance) yang sehat di era WFA, diperlukan komitmen dua arah:
1. Tanggung Jawab Perusahaan
Perusahaan wajib menetapkan aturan komunikasi yang tegas. Misalnya, menetapkan jam non-komunikasi atau “quiet hours” di mana karyawan dilarang mengirim pesan atau melakukan rapat internal yang tidak mendesak. Selain itu, pimpinan harus memberikan contoh dengan tidak mengirimkan email di luar jam kerja.
2. Disiplin Diri Karyawan
Bagi pekerja WFA, disiplin diri adalah kunci. Terapkan sistem “check-in dan check-out” pribadi. Setelah jam kerja berakhir, lakukan langkah-langkah nyata seperti menutup laptop kerja dan meletakkannya di luar area pribadi. Investasi pada hobi di luar pekerjaan juga penting sebagai “pelarian” yang sehat.
Menciptakan batasan yang jelas adalah upaya kolektif. Jika dibiarkan, jebakan always on dalam Work From Anywhere akan berisiko meruntuhkan kesehatan mental dan produktivitas jangka panjang tenaga kerja Indonesia.