SINGAPURA/JAKARTA, 14 Oktober 2025 – Pasar komoditas global kembali mengalami lonjakan harga yang signifikan, menciptakan tekanan inflasi yang substansial di kawasan Asia Tenggara. Kenaikan tajam ini terutama terjadi pada sektor energi (minyak dan gas) dan pangan (gandum, kedelai), yang secara langsung memengaruhi biaya produksi dan belanja rumah tangga di negara-negara ASEAN.
Kenaikan harga komoditas global dipicu oleh kombinasi faktor geopolitik, termasuk ketidakpastian pasokan akibat konflik di Eropa, dan peningkatan permintaan global seiring dengan pemulihan ekonomi di beberapa negara besar.
Tekanan Inflasi di Asia Tenggara Meningkat
Bagi negara-negara di Asia Tenggara, yang sebagian besar merupakan net importir minyak dan beberapa bahan pangan pokok, lonjakan harga ini adalah pukulan ganda:
- Biaya Energi: Kenaikan harga minyak mentah secara langsung meningkatkan biaya bahan bakar bersubsidi dan non-subsidi, membebani anggaran negara dan memicu kenaikan tarif transportasi serta logistik. Hal ini menjadi faktor utama pendorong inflasi harga yang diatur (administered prices).
- Kenaikan Harga Pangan: Melonjaknya harga gandum dan komoditas pakan ternak lainnya menaikkan biaya produksi makanan olahan, mulai dari mie instan hingga produk unggas, yang menjadi konsumsi utama masyarakat.
Bank sentral di beberapa negara, seperti Indonesia, Thailand, dan Filipina, kini berada di bawah tekanan untuk menaikkan suku bunga acuan guna meredam laju inflasi. Namun, langkah ini juga berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi yang baru pulih.
Para ekonom memprediksi bahwa tanpa adanya intervensi kebijakan yang kuat, seperti stabilisasi harga energi dan upaya diversifikasi sumber pasokan pangan, tekanan inflasi ini akan terus berlanjut hingga kuartal awal 2026, berpotensi mengikis daya beli masyarakat.