JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil mantan Direktur Utama PT Taspen (Persero), Antonius Nicholas Stephanus (ANS) Kosasih, dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait pengembangan kasus dugaan korupsi investasi fiktif yang merugikan keuangan negara hingga sekitar Rp1 triliun.
Pemanggilan ini dilakukan menyusul penetapan tersangka terhadap korporasi, yaitu PT Insight Investment Management (PT IIM), yang diduga turut terlibat dalam penempatan investasi bermasalah di PT Taspen.
Fokus Pemeriksaan untuk Tersangka Korporasi
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap ANS Kosasih, yang saat ini berstatus terpidana dalam perkara pokok yang sama, bertujuan untuk mendalami peran dan perbuatan PT IIM sebagai tersangka korporasi.
“Pemeriksaan terhadap ANS Kosasih dilakukan untuk mengurai dugaan peran PT IIM dalam kasus investasi fiktif yang menyebabkan kerugian negara yang sangat besar,” ujar Budi. “Langkah ini menandai komitmen KPK untuk menelusuri tidak hanya aktor individu, tetapi juga keterlibatan unsur korporasi.”
Latar Belakang Kasus
Kasus ini berawal dari dugaan penempatan dana investasi PT Taspen (Persero) pada instrumen investasi fiktif yang melanggar ketentuan dan prinsip kehati-hatian. Investasi bermasalah ini disalurkan melalui beberapa perusahaan manajer investasi, salah satunya PT IIM.
ANS Kosasih sendiri telah divonis bersalah dengan pidana penjara 10 tahun oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, karena terbukti melakukan korupsi dalam pengelolaan dana investasi PT Taspen. Selain itu, mantan Direktur Utama PT IIM, Ekiawan Harry Primarianto, juga telah divonis 9 tahun penjara dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap.
Kerugian negara yang mencapai Rp1 triliun dalam kasus ini merupakan dana yang seharusnya menjadi hak para Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai jaminan hari tua. KPK menyatakan terus berupaya maksimal untuk memulihkan kerugian negara melalui penyitaan aset para terpidana.
KPK menegaskan akan terus menelusuri layer-layer (lapisan) penempatan investasi dan pihak-pihak lain, baik individu maupun korporasi, yang diduga ikut menikmati aliran dana haram tersebut.