Cirebon — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cirebon menyatakan akan menggugat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atas nama BT Batik Trusmi, yang dinilai tidak semestinya diklaim hak milik pihak swasta. Keputusan ini muncul setelah polemik kerja sama naming rights antara PT KAI dan BT Batik Trusmi untuk pemberian nama “Stasiun Cirebon BT Batik Trusmi”.
Latar Belakang & Kekhawatiran DPRD
Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Harry Saputra Gani (HSG), menyebut bahwa “Batik Trusmi” adalah identitas budaya kolektif yang berasal dari kawasan Trusmi, Kabupaten Cirebon — bukan sekadar merek komersial. Karena itu, dia keberatan jika nama tersebut “dihakiki” oleh satu entitas bisnis.
Menurut HSG, nama tempat atau nama kawasan tidak semestinya bisa dipatenkan atau diklaim secara eksklusif. “Namanya daerah, bukan merek tunggal. Batik Trusmi itu warisan budaya warga Trusmi, bukan milik satu pihak saja,” tegasnya.
DPRD meminta Kementerian Hukum dan HAM meninjau ulang atau mencabut HAKI BT Batik Trusmi yang sebelumnya telah dikeluarkan, dengan dugaan adanya cacat prosedural dalam pemberian hak tersebut.
Rapat Dengar Pendapat & Keputusan DPRD
Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD, PT KAI, pihak BT Batik Trusmi, pegiat budaya, dan akademisi digelar pada Kamis, 2 Oktober 2025, untuk membahas secara terbuka polemik ini.
Dalam RDP tersebut, pemilik BT Batik Trusmi, Ibnu Rianto, memilih untuk keluar dari ruang rapat, yang kemudian memicu kemarahan sejumlah anggota DPRD dan pihak warga. Karena ketidakhadiran pihak BT Batik Trusmi, peserta rapat memutuskan untuk membatalkan kerja sama naming rights antara PT KAI dan BT Batik Trusmi.
Implikasi & Catatan
Budaya Lokal vs Kepentingan Komersial: Kasus ini menyentuh konflik antara kepentingan komersial dan kepemilikan budaya lokal. Bila nama budaya seperti “Trusmi” dapat diklaim hak eksklusif, hal ini bisa menimbulkan dampak negatif terhadap kerajinan lokal yang bergantung pada identitas komunitas.
Perlunya Pengaturan HAKI yang Adil: Pemerintah dan lembaga terkait perlu memperjelas batasan dalam memberi HAKI atas nama daerah atau elemen budaya lokal agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Pentingnya Keterlibatan Masyarakat dan Transparansi: Terbukanya proses dalam rapat dengar pendapat seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat, akademisi, dan lembaga representatif dapat ikut mengawal agar keputusan tidak semata menguntungkan pihak tertentu.
Sumber