Jakarta, 13 Oktober 2025 – Artikel ini membahas secara rinci mengenai apa yang terjadi ketika salah satu pihak dalam perjanjian (debitur) tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi atau ingkar janji), terutama dalam konteks perikatan utang-piutang dan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak yang dirugikan (kreditur, misalnya Bank).
Apa itu Wanprestasi dan Dasar Hukumnya?
Wanprestasi adalah keadaan di mana debitur tidak melaksanakan kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian, baik karena tidak melaksanakan sama sekali, terlambat melaksanakan, melaksanakan tetapi tidak sesuai dengan isi perjanjian, atau melakukan sesuatu yang dilarang dalam perjanjian.
Dasar hukum utama wanprestasi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata):
- Pasal 1243 KUH Perdata: Menyebutkan bahwa jika debitur tidak memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya, ia wajib membayar ganti rugi.
- Pasal 1239 KUH Perdata: Menekankan bahwa setiap perikatan harus dipenuhi dengan itikad baik. Jika tidak, si berutang wajib mengganti kerugian.
Konsekuensi Hukum Wanprestasi bagi Debitur
Apabila debitur melakukan wanprestasi, terutama dalam kasus pinjaman bank, konsekuensi hukum yang berlaku meliputi:
- Kewajiban Ganti Rugi: Debitur harus bertanggung jawab mengganti kerugian yang diderita kreditur. Ganti rugi ini, sesuai Pasal 1246 KUH Perdata, meliputi tiga unsur:
- Biaya (Ongkos): Setiap pengeluaran yang telah dikeluarkan kreditur.
- Rugi Nyata (Kerugian Sesungguhnya): Kerusakan atau kehilangan aset yang nyata.
- Bunga: Keuntungan yang seharusnya diperoleh kreditur (Bank) jika perjanjian dipenuhi.
- Sanksi Administratif: Debitur akan masuk Daftar Hitam di sistem informasi perbankan nasional (seperti SLIK OJK), yang secara efektif akan mempersulitnya mendapatkan pinjaman baru di lembaga keuangan manapun.
- Tindakan Eksekusi: Jika perjanjian kredit dilengkapi dengan jaminan (seperti Hak Tanggungan untuk properti), Bank berhak melakukan eksekusi agunan (lelang) tanpa perlu melalui gugatan perdata yang panjang, berdasarkan Undang-Undang tentang Hak Tanggungan.
Upaya Hukum yang Dapat Ditempuh Kreditur
Untuk menuntut haknya, kreditur memiliki beberapa opsi hukum:
- Somasi (Peringatan Tertulis): Langkah awal yang paling penting. Yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) terbaru menyatakan bahwa surat teguran atau somasi tidak harus dibuat dalam bentuk akta autentik dan gugatan tidak otomatis ditolak meskipun somasi tidak diajukan—karena gugatan yang disampaikan ke tergugat sudah dianggap sebagai bentuk teguran.
- Gugatan Perdata: Mengajukan gugatan ke pengadilan negeri untuk menuntut pembayaran pokok utang, bunga, dan denda.
- Permohonan Kepailitan: Dalam kasus tertentu, kreditur dapat mendorong pemberesan utang melalui permohonan kepailitan di pengadilan niaga.
Kesimpulan:
Wanprestasi adalah inti dari sengketa perdata yang berasal dari perjanjian. Aturan hukum di Indonesia sangat jelas melindungi kreditur dengan memberikan hak untuk menuntut ganti rugi, bunga, hingga mengeksekusi jaminan, sekaligus memberikan sanksi administratif yang kuat kepada debitur yang ingkar janji.