Lembaga Bantuan Hukum Digital Informasi Teknologi (LBH Digitek) telah mengumumkan niatnya untuk menggugat dan menyeret Bjorka ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai akibat dari pembocoran data yang dilakukan oleh Bjorka selama ini. Namun, tindakan ini dianggap tidak perlu oleh beberapa pihak, dengan alasan bahwa UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) secara otomatis akan menghukum pelaku pembocoran tersebut. Menurut mereka, yang seharusnya diminta pertanggungjawaban adalah pengelola data.
Isu ini mendapat tanggapan dari Ismail Fahmi, pendiri platform analisis media sosial Drone Emprit, yang mengecam rencana gugatan tersebut melalui cuitannya di Twitter pada Selasa (20/9). Ismail menjelaskan bahwa di Eropa dan Singapura, yang dituntut jika terjadi kebocoran data adalah pengendali dan/atau pemroses data, baik itu lembaga swasta maupun pemerintah. Ia juga menyoroti fakta bahwa pelanggaran UU ITE telah terjadi oleh pihak peretas, tanpa perlu adanya gugatan hukum.
Ismail memberikan contoh Eropa yang memiliki peraturan perlindungan data, yaitu General Data Protection Regulation (GDPR), yang dapat memberikan denda kepada institusi yang mengalami kebocoran data. “Di Eropa ada GDPR, institusi-institusi yang mengalami kebocoran didenda. Ini adalah daftar institusi yang pernah didenda,” ungkap Ismail, sambil melampirkan tangkapan layar daftar perusahaan yang didenda berdasarkan GDPR, termasuk Amazon dan Google.
Namun, di Indonesia, penerapan undang-undang perlindungan data masih menunggu pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). DPR berencana untuk mengesahkannya menjadi undang-undang pada hari ini, Selasa (20/9). Dalam draf final RUU tersebut, denda akan diberlakukan terhadap institusi pengelola atau pemroses data yang mengalami kebocoran data.
Selain itu, RUU PDP juga akan mengenakan sanksi pidana berupa denda hingga Rp5 miliar kepada pelaku yang mengakses dan membocorkan data pribadi secara ilegal.
LBH Digitek, seperti yang dilaporkan oleh detikInet, sedang mempersiapkan gugatan secara online di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Bjorka atas penyebaran dan kebocoran data pribadi pengguna layanan telekomunikasi di Indonesia tanpa izin. “Kami akan mengirimkan tim yang terbaik, yang telah memiliki pengalaman dalam menghadapi Facebook.inc Amerika dalam kasus kebocoran data pribadi dunia oleh Cambridge Analytica dari Inggris pada tahun 2018,” klaim Jemy Tommy, Sekjen LBH Digitek pada Senin (19/9).
LBH
Digitek berharap agar Bjorka tidak menghindar dari panggilan pengadilan dan dapat menggunakan haknya untuk membela diri dalam persidangan online. Meskipun menyadari kemungkinan sistem pengadilan online dapat diretas oleh Bjorka, Jemy menegaskan bahwa mereka tidak akan gentar.
Gugatan terhadap Bjorka ini juga dianggap sebagai implementasi dari Pasal 28 G ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. LBH Digitek menyatakan bahwa tujuan mereka adalah melindungi masyarakat yang menjadi korban kebocoran data pribadi tanpa memiliki kemampuan untuk melawan. “Kami siap melawan siapa pun yang berusaha mengganggu kedaulatan digital yang merupakan salah satu nawacita Presiden Joko Widodo melalui peran aktif masyarakat melalui LBH Digitek,” tambah Wenny Juliani, Wakil Direktur Litigasi LBH Digitek.
LBH Digitek juga telah membuka kanal pengaduan bagi masyarakat yang merasa data pribadi telekomunikasi mereka telah bocor melalui situs resmi mereka.