JAKARTA, 14 Oktober 2025 – Wacana mengenai proyeksi krisis fiskal dan potensi ketatnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2026 mulai menjadi perdebatan publik. Dalam sebuah seminar kebijakan publik, sejumlah akademisi menyentil keras Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), mengingatkan bahwa upaya penghematan anggaran atau “mengencangkan ikat pinggang” tidak boleh hanya dibebankan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) dan sektor pelayanan publik.
Kritik ini muncul seiring adanya indikasi bahwa perencanaan APBD 2026 cenderung memangkas alokasi belanja pegawai dan operasional teknis di berbagai instansi pemerintah daerah.
Desak Transparansi dan Efisiensi Anggaran Dewan
Para akademisi berpendapat bahwa jika pemerintah daerah benar-benar menghadapi krisis anggaran, lembaga legislatif, dalam hal ini DPRD, juga harus menunjukkan komitmen serupa dalam efisiensi anggaran internal. Mereka menyoroti tingginya anggaran perjalanan dinas, rapat-rapat, dan belanja penunjang kegiatan dewan yang seringkali dinilai tidak berdampak langsung pada kepentingan masyarakat.
“Jika ASN diminta mengencangkan ikat pinggang, maka DPRD harus memulai dari dirinya sendiri. Harus ada keberanian untuk memangkas anggaran yang bersifat seremonial, kunjungan kerja yang tidak esensif, atau belanja furniture mewah,” ujar salah satu akademisi.
Menurut mereka, penghematan yang hanya menyasar belanja rutin ASN akan mengganggu kualitas pelayanan publik, sementara anggaran leisure atau discretionary spending oleh lembaga legislatif tetap tinggi. Ini dinilai sebagai bentuk ketidakadilan fiskal yang dapat menurunkan moral ASN.
Prioritas Anggaran Pro-Rakyat
Akademisi mendesak DPRD untuk lebih transparan dalam pembahasan APBD 2026 dan memastikan bahwa setiap rupiah dianggarkan untuk program yang pro-rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan. Mereka juga menyerukan agar DPRD mengoptimalkan fungsi pengawasannya terhadap proyek-proyek pembangunan besar yang rentan terhadap inefisiensi dan potensi korupsi.
Inti dari sentilan ini adalah tuntutan agar penghematan anggaran dilakukan secara merata dan dimulai dari pucuk pimpinan, sehingga krisis anggaran yang diprediksi terjadi dapat dikelola dengan prinsip keadilan dan akuntabilitas.