Polemik muncul terkait rencana Tentara Nasional Indonesia (TNI) melaporkan Ferry Irwandi, CEO Malaka Project, atas narasi demonstrasi dan wacana darurat militer. Anggota Komisi VI DPR Fraksi Demokrat, Herman Khaeron, menegaskan bahwa laporan semacam itu tidak boleh dibuat-buat jika tidak ditemukan indikasi pelanggaran hukum yang jelas.
Menurut Herman, jika memang Ferry Irwandi terbukti melakukan pelanggaran hukum, maka aparat penegak hukum memiliki kewajiban untuk memprosesnya. Namun, apabila tidak ada unsur pelanggaran, maka tuduhan dan laporan seperti itu harus dihindari agar tidak menyasar orang yang tidak bersalah.
Sebelumnya, Komandan Satuan Siber Mabes TNI, Brigjen Juinta Omboh Sembiring, menyatakan bahwa pihaknya menemukan dugaan tindak pidana dari hasil patroli siber terhadap Ferry Irwandi, dan kemudian laporan itu dikonsultasikan ke Polda Metro Jaya pada Senin (8 September).
Di sisi lain, Polri menyebut bahwa TNI tidak dapat melaporkan kasus pencemaran nama baik atas Ferry Irwandi karena hambatan hukum yang bersumber dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 105/PUU-XXII/2024. Putusan tersebut menyatakan bahwa frasa “orang lain” dalam Pasal 27A UU ITE hanya mencakup individu perseorangan yang merasa dirugikan, bukan lembaga pemerintah, korporasi, jabatan, atau profesi.
Herman juga mengingatkan aparat agar tidak bersikap tebang pilih dalam penanganan hukum. Semua pihak, katanya, harus mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum.
Sumber
Media Indonesia