Adhi Danar Kusumo, Staf Media Internal Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves), mengatakan bahwa kata “Lord” sering digunakan untuk menyebut Luhut Binsar Pandjaitan. Namun, menurutnya, Luhut tidak pernah marah sampai Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, aktivis hak asasi manusia (HAM), mengunggah video di YouTube. Video tersebut berjudul “Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jendral Bin Juga Ada!! NgeHAMtam”. Hal ini diungkapkan oleh Danar saat memberikan kesaksian dalam sidang kasus pencemaran nama Luhut dengan terdakwa Haris dan Fatia di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (12/6/2023).
Menurut Danar, sebutan “Lord” sering digunakan secara santai atau sebagai lelucon ketika Luhut diberikan jabatan atau tugas baru. Danar menjelaskan bahwa netizen sering menggunakan istilah “Lord Luhut” dalam konteks tersebut, dan Luhut sendiri tidak pernah marah mengenai hal itu. Jawaban tersebut diberikan oleh Danar sebagai tanggapan terhadap pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengenai popularitas sebutan “Lord Luhut” sebelum video Haris-Fatia diunggah.
Setelah mendapatkan jawaban tersebut, JPU bertanya mengapa Luhut merasa geram dengan sebutan “Lord Luhut” dalam video yang dibuat oleh Haris dan Fatia. Danar menyatakan bahwa kemungkinan Luhut merasa marah karena namanya digunakan dalam judul dan konten video tersebut. Video tersebut membahas hasil kajian cepat yang dilakukan oleh Koalisi Bersihkan Indonesia mengenai praktik bisnis tambang di Blok Wabu, serta situasi kemanusiaan dan pelanggaran HAM.
Danar menjelaskan bahwa dalam kasus ini, kata “Lord” digunakan dalam judul video yang berbunyi “Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jendral Bin Juga Ada!! NgeHAMtam”. Menurutnya, inilah yang menjadi perbedaan utama dalam kasus ini.
Selanjutnya, Saleh Al-Ghiffari, kuasa hukum Haris-Fatia, juga mengajukan pertanyaan kepada Danar. Ia menyebut ada banyak sebutan lain untuk Luhut, termasuk “Luhut lagi Luhut lagi” dan “Menkosaurus”. Sebutan-sebutan tersebut dapat memiliki konotasi negatif dan positif. Namun, yang menjadi permasalahan saat ini adalah sebutan “Lord Luhut”. Saleh bertanya mengapa hanya sebutan ini yang dilaporkan, apakah karena Papua atau alasan lain yang tidak diketahui.