Saat ini, beredar klaim mengenai operasi rahasia yang bertujuan untuk menggagalkan Gibran Rakabuming Raka dalam pencalonan sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Operasi ini dilakukan melalui berbagai cara yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Cara utama dalam operasi ini adalah dengan upaya membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berkaitan dengan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Jika tidak memungkinkan untuk membatalkan putusan tersebut, setidaknya operasi ini berusaha untuk menggugat legitimasi politik dari putusan MK tersebut.
Meskipun ada klaim tentang adanya operasi rahasia untuk menghalangi pencalonan Gibran, penting untuk dicatat bahwa ada dua elemen masyarakat yang mengkritik putusan MK.
Elemen pertama adalah aktivis idealis yang secara konsisten mengkritik kebijakan dan keputusan yang diambil oleh pemerintah. Mereka selalu mengevaluasi produk hukum dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga terkait. Pada awalnya, sebagian dari mereka sangat kritis terhadap draft KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) karena beberapa pasal dianggap kontroversial. Namun, melalui dialog dan diskusi dengan pihak berwenang, mereka menyadari bahwa KUHP baru memiliki banyak perbaikan dibandingkan KUHP kolonial yang usang.
Elemen kedua yang mempertanyakan putusan MK adalah mereka yang khawatir bahwa majunya Gibran sebagai wakil presiden akan membuat pasangan tersebut sangat sulit untuk dikalahkan dalam pemilihan presiden. Langkah pertama operasi ini adalah dengan mencoba membatalkan atau meragukan legitimasi putusan MK melalui laporan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Narasi yang dibangun adalah bahwa jika hakim konstitusi terbukti melanggar etika dalam memeriksa dan memutus perkara uji materi, maka putusan MK tersebut bisa dibatalkan.
Namun, penting untuk diingat bahwa MKMK tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan putusan MK. Mereka hanya bisa memberikan sanksi etika kepada hakim konstitusi yang terbukti melakukan pelanggaran etika dalam menjalankan tugas mereka.
Walaupun terdapat kritik terhadap putusan MK, keputusan ini tetap berlaku dan tidak dapat diubah oleh MKMK atau hukum pidana yang melibatkan hakim konstitusi. Sebagai contoh, kasus hakim konstitusi yang terlibat dalam tindak pidana tidak dapat mengubah hasil putusan MK.
Pada akhirnya, keputusan untuk mencalonkan Gibran dan hasil dari pemilihan presiden akan ditentukan oleh masyarakat dalam pemungutan suara pada tanggal 14 Februari 2024. Walaupun ada berbagai upaya dan klaim, pemilihan presiden adalah hak prerogatif masyarakat untuk menentukan siapa yang mereka pilih sebagai pemimpin mereka.